Surat Edaran Ditandatangani Plh, Pelaksana Harian/ Tugas Ternyata Tak Berwenang Ambil Keputusan dan Tindakan Bersifat Strategis

SURAT EDARAN - Surat Edaran BKN Tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas/ Foto: IST

Portalborneo.or.id – Pada 6 Oktober 2022, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan mengeluarkan surat edaran berkaitan dengan tunjangan profesi guru serta tambahan penghasilan bagi guru ASN.

Surat edaran bernomor 6909/B/GT.01.01/2022 itu ditujukan untuk Gubernur/Walikota/Bupati di seluruh Indonesia.

Ada 2 poin dijabarkan.

Poin pertama, yakni mengenai tunjangan profesi guru (TPG) dan Tambahan Penghasilan (Tamsil) bagi guru ASN di daerah.

Poin kedua, adalah mengenai Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) ASN di daerah.

Surat Edaran itu disertakan scan barcode atas nama Plt. Direktur Jenderal, Prof. Dr. Nunik Suryani,M.Pd.

Beredarnya surat ini, menjadi persoalan baru, terkhususnya di Samarinda, Kalimantan Timur, yang saat ini tengah membahas mengenai insentif ASN di daerah.

SE itu ramai diperbincangkan karena dinilai bertentangan dengan Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022. 

Persoalan yang dinilai bertentangan adalah mengenai, apakah ASN di daerah bisa diberikan tambahan penghasilan atau tidak

Di Permendikbud Nomor 4 Tahun 2022, dinyatakan bahwa ASN di Daerah yang sudah memiliki sertifikat pendidik tak lagi mendapatkan tambahan penghasilan. Sementara di SE, tambahan penghasilan itu masihlah bisa diberikan. 

Adanya SE itu, kemudian menjadi tanya tanya baru, perihal bagaimana sebenarnya persoalan insentif guru ASN, termasuk pula di Samarinda. 

Terkait ini, sebelumnya, hal ini sudah ditelaah oleh Eko Suprayetno Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Samarinda. 

Dijelaskan Eko, dari perspektif hukum sejatinya surat edaran yang semakin membuat gaduh polemik pemotongan insentif guru hanya bersifat internal dan tak memiliki implikasi hukum. 

Surat edaran sifatnya tidak mengikat, tapi pada saat dia disampaikan dari pusat ke bawah seolah itu ada tekanan dan itu harus dilaksanakan. Sehingga pada saat edaran itu diturunkan, seolah-olah mengikat sebagaimana peraturan perundang-undangan yang ada. Padahal bukan,” jelas Eko saat dikonfirmasi media ini. 

Meski tidak memiliki kekuatan hukum tetap, sejatinya surat edaran mesti dijadikan sebuah rujukan untuk pemerintah daerah menetapkan sebuah langkah kebijakan. 

“Tapi itu bisa terjadi sepanjang dia (surat edaran) tidak ada bertentangan dengan ketentuan diatasnya,” tegasnya.

Melihat lagi lebih jauh, ada edaran dari Badan Kepegawaian Negara sesuai dengan SE Nomor 1/SE/I/2021 Tentang Kewenangan Pelaksana Haruan dan Pelaksana Tugas

Diketahui, SE Kemendikbudristek bernomor 6909/B/GT.01.01/2022 itu ditandatangani oleh Plt, yakni Prof. Dr. Nunik Suryani,M.Pd. 

Kemudian, dalam SE BKN, pada poin 3 sub poin (b) dijelaskan bahwa Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas tidak berwenang mengambil keputusan dan latau tindakan yang bersifat strategis yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.

Hal ini kemudian yang menjadi pertanyaan muncul, apakah SE Kemendikbudristek bernomor 6909/B/GT.01.01/2022 itu harus diikuti atau tidak. 

Wali Kota Samarinda Andi Harun juga pernah merespon adanya SE Kemendikbudristek itu. 

Kepada awak media, Andi Harun cermati mengenai masih adanya beda perspektif antara surat edaran dengan aturan di atasnya, yakni Permendagri.

“Diukur berdasarkan Permendagri 84 Tahun 2022 Tentang Penyusunan APBD Tahun 2023. Di sana dikatakan antara TPP dan Tamsil dikategorikan sama sebagai tambahan penghasilan. Kalau perspektifnya surat itu berbeda,” ujarnya.

“Sekarang lebih kuat mana, Permendagri daripada surat edaran? Surat edaran itu bersifat internal, kalau Permendagri mengikat pemerintah daerah. Saya harap teman-teman (wartawan) mengedukasi, apalagi itu ditandatangani oleh Plh,” ucapnya.

(Timredaksi Portalborneo.or.id)

Loading

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait