Desa Muara Siran, Contoh Desa Kreatif Turut Mendukung Penurunan Emisi Karbon di Kaltim

Foto : Suasana Desa Muara Siran.

Portalborneo.or.id, Kutai Kartanegara – Desa Muara Siran di Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) menjadi salah satu desa yang sambangi oleh program Forest Carbon Partnership Facility – Carbon Fund (FCPF-CF).

Kunjungan tersebut tak lain untuk melihat program penurunan emisi korban di Kalimantan Timur (Kaltim).

Diketahui, Desa Muara Siran yang memiliki luas wilayah mencapai 42,201 hektare, 80 persen wilayahnya merupakan hutan rawa sekunder atau gambut, dan sungai-sungai kecil.

Dipilihnya Desa Muara Siran tak terlepas dari kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian hutan.

Hutan di Muara Siran dulunya merupakan daerah langganan kebakaran, namun kini wilayah tersebut telah berubah menjadi salah satu destinasi wisata di Kaltim.

Masyarakat di Desa Muara Siran berprofesi sebagai nelayan, petani sarang walet, termasuk beternak kerbau di area sungai dan danau, serta pembuat arang.

Aktivitas mata pencarian masyarakat secara tidak langsung turut serta menjaga hutan di sekitar Desa Muara Siran.

Salah satunya terkait dengan sarang burung walet yang dibangun di pinggir hutan.

Dengan adanya sarang burung walet di pinggiran hutan, masyarakat juga turut tergerak dan peduli dengan kondisi hutan.

“Jadi, dengan adanya sarang burung walet di pinggir hutan, itu sekaligus melindungi hutan, baik dari kebekaran, maupun kegiatan penebangan liar,” ucap Akhamd Wijaya, pegiat lingkungan.

Ia menegaskan, kesadaran masyarakat menjaga hutan dengan membangun sarang burung walet bukanlah berkat program pemerintah maupun program dari pihak mana pun, itu murni kesadaran masyarakat.

“Desa Muara Siran ini adalah contoh, di mana masyarakatnya tergerak untuk melindungi hutan. Jadi, ini dilakukan masyarakat secara mandiri, dan karena itulah beberapa program FCPF-CF dibawa ke sini,” jelasnya.

Berita Lainnya:  Riwayat Perjalanan Proyek BTS 4G yang Menjerat Menkominfo Johnny G Plate

Lanjut ia menjelaskan, apa yang telah dilakukan masyarakat menurutnya cukup berhasil menahan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Terhitung, sejak 2015 sudah tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan di sekitar Desa Muara Siran.

“Sejak adanya sarang burung walet, kebakaran sudah tidak terjadi lagi.”

“Keterkaitannya dengan FCPF-CF, ini menjadi bukti masih ada masyarakat yang tergantung dengan hutan, lalu masih ada masyarakat yang melindungi hutan, dan ini menjadi bukti Kaltim bisa mengurangi emisi karbon,” sambungnya.

Seiring berjalannya waktu, Desa Muara Siran menjadi desa wisata dengan memanfaatkan kondisi alam, aktifitas masyarakat, budidaya ikan dan usaha sarang walet.

Foto : Hutan Gambut Desa Muara Siran.

Luasan wilayah dan potensi Desa Muara Siran, terdiri kawasan perlindungan inti seluas 14.045,95 ha, ekowisata Gambut 13.133,40 ha, pemanfaatan kayu 2.975,49 ha, kehutanan masyarakat 8.171,79 ha, Danau Siran 1.471,06 ha, pusat pendidikan Gambut 2.719,32 ha.

Berita Lainnya:  Momen Peringatan Hari Santri Nasional, Rusmadi : Ajang Mengingat Kembali Resolusi Jihad

Lalu, kawasan peternakan 258,62 ha, kebun energi 2.522,49 ha, cagar alam 4.815,54 ha, agroforestry 819,38 ha, pertanian semusim 550,49 ha dan rencana pemukiman 301,12 ha, sungai 401,40 ha serta pemukiman 14,95 ha.

Sementara itu, Kepala Desa Muara Siran, Mutawi menjelaskan, awalnya kegiatan usaha yang digeluti masyarakat ialah ekonomi kreatif, namun atas binaan LSM Lingkungan dan perusahaan sekitar diarahkan kepada kegiatan berkaitan jasa lingkungan.

“Makanya kegiatan di sini bermacam-macam, dan tergantung dengan musim. Dan, kegiatan usaha yang digeluti warga lebih banyak yang ramah lingkungan,” ucapnya.

(Tim Redaksi Portalborneo.or.id)

...

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
Print Friendly, PDF & Email

terkait

.