Portalborneo.or.id, Samarinda – Penyidik dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (GAKKUM KLHK) berhasil mengungkap jaringan kayu ilegal dari Berau ke Surabaya dan menetapkan dua tersangka dalam kasus ini.
Kedua tersangka, AK yang merupakan pemilik industri kayu CV. AK, dan MB yang adalah penerbit dokumen UD. UJ, kini ditahan di Samarinda. Mereka diancam dengan hukuman penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp. 2,5 miliar.
Pengungkapan ini berawal dari operasi penindakan dan penyelidikan terhadap 55 kontainer kayu ilegal yang ditemukan di Pelabuhan Tanjung Perak, Terminal Teluk Lamong, Surabaya.
Kayu tersebut diketahui berasal dari tindak pidana illegal logging di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. Industri pengolahan kayu di Kecamatan Batu Putih dan Kecamatan Teluk Bayur diduga terlibat dalam kegiatan ilegal ini.
Penyelidikan dan Penetapan Tersangka
Tim GAKKUM KLHK wilayah Kalimantan melakukan pengumpulan bahan dan keterangan terhadap tiga industri pengolahan kayu, yaitu CV. AK di Desa Tembudan, Kecamatan Batu Putih, UD. UJ di Kelurahan Labanan, Kecamatan Teluk Bayur, dan UD. LJ di Kelurahan Labanan Jaya, Kecamatan Teluk Bayur.
Hasil penyelidikan di CV. AK menemukan kayu bulat tanpa Id Barcode, yang diduga merupakan kayu ilegal sebagai bahan baku industri. Kayu tersebut tidak dilengkapi dokumen sah dan terdapat ketidaksesuaian jenis kayu antara dokumen LMKB dan catatan pengukuran (tallysheet).
Selain itu, kayu tersebut tidak terdaftar dalam aplikasi SIPUHH online dan menggunakan Nota Angkutan ilegal dalam proses pengangkutan dan pengiriman kayu olahan.
Pada tanggal 26 Maret 2024, penyidik menetapkan AK (59), pemilik CV. AK, sebagai tersangka. AK berdomisili di Bangkuduan, RT. 02 Desa/Kelurahan Biduk Biduk, Kecamatan Biduk Biduk, Kabupaten Berau. Sedangkan penyelidikan terhadap UD. UJ menemukan dugaan penerbitan dan penggunaan dokumen SKSHH online ilegal oleh MB (49), yang kini juga ditetapkan sebagai tersangka. MB berdomisili di Kebun Agung, Gang 13 RT. 6 Desa Lempake, Kecamatan Samarinda Utara.
Upaya Pemberantasan dan Barang Bukti
Dalam kasus CV. AK, penyidik mengamankan barang bukti berupa dokumen tata usaha kayu, kayu bulat jenis ulin, kayu gergajian jenis ulin, mesin pengolah kayu bandsaw, genset, serta tiga kontainer berisi kayu gergajian ulin, dokumen SKSHH-KO, Bill of Lading PT Salam Pacific Indonesia Lines (PT SPIL), dan bukti tagihan.
Sementara itu, untuk kasus UD. UJ, penyidik menyita dokumen SKSHH, surat keputusan penunjukan pejabat penerbit atau GANISPH, serta tiga kontainer kayu gergajian yang masih dalam proses pengukuran dan pengujian kayu.
Sedangkan untuk UD. LJ, yang diduga menampung kayu gergajian chainsaw (pacakan) ilegal, penyidik sedang mencari pemilik UD. LJ, AR, yang tidak hadir setelah dua kali dipanggil. AR kini dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan berdomisili di Jalan Tekukur, Kelurahan Labanan Jaya, Kecamatan Teluk Bayur, Kabupaten Berau.
Penegasan Hukum dan Komitmen
David Muhammad, Kepala Balai GAKKUM KLHK Wilayah Kalimantan, menegaskan bahwa AK dan MB dikenakan Pasal 83 ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf e dan atau Pasal 87 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf l Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H), sebagaimana telah diubah pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.
Mereka terancam pidana penjara paling lama 5 tahun serta denda paling banyak Rp 2,5 miliar.
Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan komitmen KLHK untuk menindak tegas pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan demi menyelamatkan sumber daya alam dan mencegah kerugian negara.
Penindakan ini juga penting untuk memenuhi komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim melalui FOLU NET SINK 2030.
“Kami sudah memerintahkan penyidik untuk mengungkap kemungkinan pelaku lain yang terlibat dalam aktivitas illegal logging di Kabupaten Berau, baik terkait penggunaan dokumen palsu, pengolahan, maupun pemasaran hasil hutan ilegal,” ujar Rasio Ridho Sani.
Penyidik GAKKUM KLHK juga berkoordinasi dengan Pusat Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri aliran transaksi keuangan dari kejahatan kayu ilegal ini.
Diharapkan dengan metode “follow the money” akan terungkap pelaku-pelaku lainnya. Hingga saat ini, GAKKUM KLHK telah melakukan lebih dari 2.123 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan serta membawa 1.535 kasus kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan ke pengadilan.
Ketua Satgas Pemberantasan Illegal Logging Ditjen GAKKUM KLHK, Sustyo Iriyono, menegaskan bahwa keberhasilan penanganan kasus-kasus penegakan hukum kejahatan kehutanan di Kalimantan Timur tidak terlepas dari kerjasama antara Ditjen GAKKUM KLHK, Polda Kalimantan Timur, dan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
Sustyo yakin bahwa para pelaku kejahatan akan terus mencari cara untuk menghancurkan sumber daya alam Indonesia, khususnya hutan Kalimantan yang tersisa, dan menegaskan pentingnya sinergi untuk melawan tindakan ini.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berkomitmen untuk terus melindungi dan menjaga kelestarian hutan Indonesia serta menindak tegas para pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan demi masa depan yang lebih baik.
Tim Redaksi Portalborneo.or.id/FRC