OPINI: Antara Fakta dan Harapan di Hari Keadilan Internasional: Apa Kabar Keadilan di Tanah Air?

Yonatan Devi RianTori (Sekretaris Cabang GMKI Samarinda)

Oleh: Yonatan Devi RianTori (Sekretaris Cabang GMKI Samarinda)

Memaknai Hari Keadilan Internasional pada tanggal 17 Juli, kita perlu merenungkan kembali perjalanan bersama sebagai masyarakat yang harusnya menjunjung tinggi nilai dan prinsip keadilan di negara hukum, Indonesia tercinta.

Sudah 78 tahun usia Indonesia pasca kemerdekaan sejak 1945, usia yang seharusnya matang dalam segala aspek, terutama di bidang hukum. Jika diibaratkan sebagai manusia, seharusnya semakin tua semakin bijak dan kuat. Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, yang berarti segala aspek kehidupan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus didasarkan pada hukum dan perundang-undangan yang berlaku.

Sayangnya, penegakan hukum yang adil dan bermanfaat di Indonesia masih perlu dipertanyakan. Banyak peristiwa hukum yang belum mendapatkan keadilan, tidak sesuai dengan harapan masyarakat maupun pihak terkait.

Bercermin ke belakang, terdapat 12 kasus HAM di Indonesia yang belum tuntas, seperti pembunuhan Munir, peristiwa Talangsari Lampung 1989, Tragedi Trisakti, dan lainnya. Salah satu yang paling memilukan adalah kasus nenek Asiani yang dijatuhi hukuman penjara satu tahun dan denda Rp500 juta, serta tragedi Kanjuruhan yang menelan 125 korban jiwa.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bobroknya penegakan hukum di Indonesia. Padahal, fungsi hukum adalah mengatur kehidupan masyarakat, melindungi warga negara, dan mewujudkan keadilan.

Pertanyaannya, apakah keadilan hari ini sudah menjadi barang langka? Apakah keadilan hanya berpihak pada sebagian orang dengan privilese tertentu? Apa saja faktor penghambatnya?

Jika melihat tujuan hukum, yaitu menciptakan keadilan dan rasa aman bagi seluruh masyarakat Indonesia, kenyataannya masih banyak yang tidak memenuhi harapan masyarakat. Bahkan, penghambat terciptanya keadilan itu sendiri terjadi di tubuh aparatur penegak hukum. Banyak oknum praktisi hukum yang terlibat dalam kasus suap demi kepentingan tertentu.

Mengutip kata-kata Prof. Mahfud MD, “Hakim ataupun praktisi hukum itu pada dasarnya menegakkan keadilan, bukan menegakkan peraturan.”

Harapan dari ribuan aturan hukum yang terbentuk di tanah air adalah memberikan rasa adil, pasti, dan bermanfaat. Namun, hal ini sia-sia jika sebagian atau seluruh pemangku kepentingan dan praktisi hukum tidak menjalankan prinsip ini. Terlalu terbelenggu dengan UU rentan memicu jual beli pasal dalam memutuskan suatu perkara.

Menjawab pertanyaan tentang keadilan di Hari Keadilan Internasional, tidak elok jika dalam lingkup kecil saja kita masih abai dan tidak peduli dengan permasalahan dasar. Penegakan keadilan harus dimulai dari diri sendiri, dibangun sejak dini, sehingga terbiasa dan terus dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

“Seperti makna tersirat dalam pedang yang menghadap ke bawah pada lambang Dewi Keadilan, sejatinya itu adalah bentuk kekuatan dan keberanian yang mewakili suatu negara dalam menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak individu masyarakatnya.”

 

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait