Kutai Kartanegara Portalborneo.or.id, – Di kediamannya yang berlokasi di Jalan Flamboyan, Tenggarong, Kutai Kartanegara, Norsyamdani tampak serius menilik ribuan gasing buatannya.
Persis samping rumahnya, berdiri sebuah gudang berukuran 8×12 meter, berdinding kayu dengan lantai semen. Dinding kiri gudang itu berjejer kurang lebih 10 karung putih berisi ribuan gasing hasil bikinannya.
Puluhan gasing juga terlihat di atas meja dinding sebelah kanan. Enam gasing di antaranya adalah gasing asli kutai.
Pada bagian depan gudang dibikin atap seng memanjang ke dinding rumahnya. Atap itu melindungi dua mesin bubut kayu dan tumpukan kayu berbentuk persegi, nyaris memenuhi halaman gudang.
“Ini tempat kerja saya,” kata pria yang akrab disapa Dani itu sambil mengambil sepotong balok di atas tumpukan kayu-kayu itu.
Dani merupakan pelestari permainan tradisional tersebut. Tak kalah menarik, ia juga kerap aktif memperkenalkan gasing kayu pada dunia internasional.
Ketika menunjukkan bagaimana cara membuat gasing, Dani memulainya dengan mengambil kapak mendudukan potongan kayu di atas tumpuan dan memahat keempat sisi hingga membuat potongan kayu sedikit membulat.
Potongan kayu itu dipasangkan kedua sisinya pada mesin bubut. Kedua sisi dikunci agar saat berputar tidak terlepas. Ia mengambil mata bubut, mengikis sedikit demi sedikit potongan kayu itu hingga membentuk gasing.
Kemudian, Dani membentuk bahu gasing, kemudian leher sampai kepala. Bagian akhir ia mengoles pelumas hingga membuat gasing itu tampak mengkilat. Kurang lebih 10 menit, ia menyelesaikan satu gasing.
Giliran uji coba, Dani mengambil tali mengaitkan bagian bawah gasing, melilit melingkari tubuh gasing lalu melempar ke samping mesin pahat itu. Gasing itu berputar.
“Setengah lemparan tali harus ditarik segera,” katanya mengajari cara main.
Dani lahir dari keluarga yang menggemari gasing. Dari nenek sampai ke orang tuanya juga sanak saudara.
“Ketika tiba musim tanam orang sekampung biasa main gasing. Kenapa begitu, karena perkuat otot tangan sebelum buka ladang. Kalau sudah kuat otot, baru kita buka kebun. Musim panen juga begitu, main gasing sebagai syukuran,” terang dia.
Saat musim itu tiba, kata Dani, ia bersama teman-temannya mencari kayu di hutan untuk bikin gasing. Pembuatan gasing masih tradisional menggunakan parang, gergaji dan pahat.
Awalnya dari kayu gepengan lalu dibundarin. Setelah itu, membentuk bawah gasing pakai parang, membentuk bahu, leher sampai kepala. Untuk penghalus permukaan gasing, mereka menggunakan pecahan kaca mengikis.
“Dulu cari kayu gampang, sekarang sulit,” tandasnya.
Ketiadaan bahan baku kayu di Kaltim, khususnya di Kutai Kartanegara, juga diamini Edi Damansyah. Pria yang menjabat sebagai bupati Kutai Kartanegara itu menyebutkan, kayu gasing kian sulit dicari seiring masuknya sejumlah perusahaan.
“Kayu benggeris memang langkah. Kalau kayu ulin masih ada tapi di daerah hulu sungai,” kata dia.
Upaya Dani memperkenalkan gasing khas Kutai Kartanegara ini turut mendapat dukungan dari pemerintah setempat. Bahkan, Pemkab Kutai Kartanegara berkomitmen menyelipkan muatan lokal permainan gasing dan lainnya di sekolah-sekolah.
“Hanya saat pandemi ini kami hentikan sementara. Saya rasa bukan hanya Kukar tapi seluruh daerah di Indonesia,” tutup Edi.