Mengenal Makna yang Tersirat pada Gasing Khas Kutai

Gasing khas Kutai, bukan hanya sekedar permainan. Terdapat makna filosofis yang mengajarkan untuk menjalani kehidupan lebih baik.

Kutai Kartanegara Portalborneo.or.id, – Provinsi Kaltim, selain memiliki keindahan alam juga memiliki satu permainan tradisional yang menarik.

Permainan itu adalah gasing. Mainan tradisional ini mulai ditinggalkan anak-anak di Kaltim. Kendati demikian, seorang pria bernama Norysamdani mulai memperkenalkannya, di tengah perkembangan digital.

Pria yang akrab disapa Dani itu juga memproduksi banyak gasing di kediamannya di Jalan Flamboyan, Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar). Menurutnya, gasing bukan hanya sekedar permainan. Ada makna filosofis tersirat di balik putaran gasing.

Dani menerangkan, gasing dulu jadi tradisi setiap musim tanam di Kukar. Selain penghasil sumber daya alam, Kukar juga dikenal sebagai daerah agraris.

“Generasi pemainnya sudah berbeda orientasi. Permainan gasing kini hanya dimainkan ketika perlombaan,” kata Dani.

Ada 6 jenis gasing khas Kutai (diberi bold)

Sebanyak 6 jenis gasing lahir dalam tradisi masyarakat Kutai dan diyakini memiliki filosofi. Keunikan gasing asli kutai juga disebut berbeda dari gasing lain di Indonesia.

Yakni gasing prangat, gasing pelele, gasing bengor atau gepeng, gasing tungkul atau jantung pisang, gasing buong berbentuk guci atau gentong dan terakhir gasing pendada berkepala dua. Jenis gasing terakhir ini hanya ada di kutai.

“Gasing (berkepala dua) ini bisa dimainkan dalam kerajaan,” ungkap pria berusia 36 tahun itu.

Gasing dalam masyarakat kutai, bukan hanya permainan tradisional tapi ada pesan moral dan etika. Karena bermain orang bisa menjaga toleransi, kekeluargaan antar sesama pemain.

“Kenapa saya suka gasing selain karena hobi, juga karena permainan tradisional ini kaya dengan filosofi,” kata dia.

Arti filosofis dalam gasing khas Kutai

Bukti-bukti sejarah perihal asal usul permainan tradisional dalam masyarakat kutai masih minim.

Namun, menurut Dani gasing lahir karena interaksi masyarakat kutai dengan alam. Referensi yang ia dapat dari para tetua, awal mula gasing dari buah pelele.

“Buah itu sering hanyut di sungai. Anak-anak pedalaman, suka memainkan buah ini di bantaran sungai. Ini gasing generasi pertama,” terangnya.

Setelahnya, permainan buah pelele ini berkembang pada zamannya sekaligus berubah bentuk menjadi kayu bikinan manusia. Sehingga generasi keduanya adalah gasing sudah berubah dari kayu.

“Masuk generasi ketiga, berkembang jadi jenis-jenis gasing,” sebut Dani.

Dani menjelaskan, 6 jenis gasing dalam masyarakat kutai memiliki filosofi dan nilai sejarah.

Pertama gasing pelele: gasing ini menyerupai buah kayu pelele. Sebab, dari buah kayu ini gasing kutai berasal. Dulu sebelum ada gasing, orang-orang memainkan buah pelele ini di bantaran sungai hingga akhirnya berkembang sampai saat ini.

Kedua, gasing prangat: gasing ini berbentuk ceper biasa digunakan untuk lomba lama-lamaan atau dalam bahasa kutai disebut Beturai.

Ketiga, gasing bengor: gasing jenis ini biasa untuk adu kuat-kuatan. Gasing ini kalau dimainkan ada suara mendungung. Secara filosofi, kata Dani, gasing jenis ini biasa dimainkan saat musim tanam.

Keempat, gasing tungkul atau jantung pisang: jenis gasing ini lebih dikaitkan dengan alam seperti tumbuhan jantung pisang. Jenis gasing ini biasa dimainkan setelah masa panen sebagai syukuran.

Kelima, gasing buong berbentuk guci atau gentong dan gasing pendada atau gasing berkepala dua adalah jenis gasing yang hanya ada di kutai. Gasing ini bisa dimainkan dalam kerajaan setelah masa panen.

Kata sejarawan tentang gasing khas Kutai

Muhammad Sarip Sejarawan Lokal Kaltim

Sejarawan Lokal Kaltim, Muhammad Sarip mengatakan sejarah begasing di Kutai tumbuh dan berkembangnya kebudayaan Melayu di Kepulauan Nusantara.

Jenis permainan menggunakan gasing ini umum dijumpai pada masyarakat Sumatra, Jawa, Sulawesi, juga Kalimantan.

“Filosofi gasing, setidaknya ada dua, yaitu egalitarianisme dan demokratis,” ungkap dia.

Egalitarianisme maksudnya setiap pemain punya hak setara untuk mencapai kedudukan raja, menteri.

Demokratis maksudnya posisi penting diraih secara demokratis sesuai skill, ketangkasan pemain, ada asas kejujuran dan transparansi karena kompetisi bersifat terbuka bisa disaksikan umum, bukan nepotisme atau politik uang.

Keunikan gasing kutai adalah bahan pembuatan gasing yang dari kayu khas Kalimantan Timur, yaitu ulin dan banggeris.

Ini berbeda dengan daerah lain, misalnya di Kalimantan Selatan yang menggunakan kayu kemuning. Di lain tempat, menggunakan kayu manggis, dan sebagainya.

Eksistensi gasing khas Kutai perlu perhatian pemerintah

Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah

Bupati Kutai Kartanegara, Edi Damansyah mengaku telah membentuk sejumlah komunitas yang bertugas melestarikan permainan tradisional gasing.

Komunitas itu, kata Edi, berada di bawah pembinaan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kukar.

“Termasuk keberadaan Kesultanan Kutai Ing Martadipura itu, adalah bagaimana budaya yang ada di era nenek moyang kita dulu baik di kerajaan maupun masyarakat kita pertahankan,” tandasnya.

Termasuk Komunitas Keroan Begasing Kutai yang didirikan Dani. Ia mulai memperkenalkan kembali gasing dari sekolah ke sekolah, memperjuangkan masuk dalam event-event olahraga, hingga memperkenalkan ke dunia internasional. (Adv)

Penulis : Ash

Loading

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait