Portalborneo.or.id, Samarinda – Malam satu Suro, yang menandai malam pertama bulan Suro dalam kalender Jawa, akan jatuh pada Sabtu, 6 Juli 2024, setelah Maghrib. Hal ini sesuai dengan penanggalan 1 Muharram dalam kalender Hijriah yang jatuh pada Minggu, 7 Juli 2024, seperti yang dirilis oleh Kementerian Agama (Kemenag).
Malam satu Suro memiliki makna khusus bagi masyarakat Jawa, terutama dalam kaitannya dengan pergantian tahun baru. Dalam tradisi Jawa, malam satu Suro dianggap sebagai waktu yang sakral dan penuh makna, diisi dengan berbagai ritual dan tradisi yang bertujuan untuk introspeksi, penyucian diri, dan memohon keberkahan.
Tradisi Malam Satu Suro
- Kirab Pusaka Keraton Surakarta Keraton Surakarta mengadakan kirab pusaka dengan mengarak beberapa ekor kebo yang dianggap suci, bernama Kebo Kyai Slamet. Acara ini dimulai tengah malam, mengelilingi kota diiringi oleh para punggawa dan prajurit istana.
- Babad Cirebon Di Keraton Kanoman Cirebon, dilakukan pembacaan sejarah atau babad Cirebon, yang dilanjutkan dengan ziarah ke makam Sunan Gunung Jati serta pencucian pusaka. Tradisi ini bertujuan untuk mengenang jasa para leluhur dan tokoh-tokoh penting dalam sejarah Cirebon.
- Siraman Malam Satu Suro Masyarakat Jawa juga melaksanakan tradisi siraman atau mandi besar dengan air yang dicampur bunga. Ritual ini disebut sebagai “sembah raga” yang bertujuan untuk menyucikan tubuh dan menandai dimulainya tirakat sepanjang bulan Suro.
- Ziarah Kubur Pada bulan Suro, ziarah ke makam leluhur atau orang yang berjasa bagi masyarakat menjadi lebih sering dilakukan. Ini adalah bentuk penghormatan konkret dari generasi penerus kepada para leluhur dan sebagai pengingat akan jasa-jasa mereka.
- Larung Sesaji Tradisi lain yang dilakukan adalah larung sesaji, sebuah ritual sedekah alam di mana sesaji atau benda-benda ritual dihanyutkan ke laut, gunung, atau tempat-tempat tertentu. Ini dilakukan sebagai tanda penghormatan kepada alam dan untuk memohon kesejahteraan.
Malam satu Suro tidak hanya sekadar peringatan pergantian tahun, tetapi juga merupakan momen penting untuk refleksi diri, penyucian, dan penghormatan kepada leluhur. Masyarakat Jawa menjaga tradisi ini sebagai bagian dari warisan budaya yang kaya dan bermakna.
Tim Redaksi Portalborneo.or.id/FRC