Portalborneo.or.id – Perseteruan antara Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan, dengan dua aktivis, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, memasuki tahap sidang perdana, Senin (3/4/2023).
Kasus “Lord Luhut“, yang dianggap Luhut Binsar Pandjaitan, sebagai pencemaran nama baik, membuat nama Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, terseret kasus hukum.
Sidang Haris dan Fatia digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (3/4/2023), pukul 10.00 WIB.
Di ruang sidang ramai sejumlah pendukung Haris dan Fatia.
Ada juga mantan penyidik KPK Novel Baswedan turut menghadiri sidang.
Sebelum sidang dimulai, Haris dan Fatia menyatakan siap mengikuti sidang.
“Siap,” kata Haris singkat, sebagaimana dikutip dari detik.com.
Dalam kasus ini, Haris dan Fatia disangkakan Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP.
Terhadap 4 pasal tersebut di juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Sebagaimana diketahui, kasus ini berawal dari unggahan video berjudul “Ada Lord Luhut dibalik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga ada” di Youtube Haris pada Agustus tahun lalu.
Tak terima karena merasa namanya dicemarkan, Luhut melaporkan keduanya sebulan kemudian.
Laporan tersebut teregistrasi dengan Nomor: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, ter tanggal 22 September 2021.
Dalam laporannya Luhut turut menyertakan barang bukti video yang diduga diunggah oleh akun YouTube milik Haris Azhar.
Laporan Luhut naik ke tingkat penyidikan pada awal Januari.
Saat itu status Haris dan Fatia masih menjadi saksi.
Hal tersebut diklaim polisi karena proses mediasi berakhir buntu.
Pertengahan Januari, Haris dan Fatia tiba-tiba didatangi polisi di kediaman masing-masing, dan hendak dibawa ke Polda Metro Jaya.
Keduanya pun dikabarkan telah menjadi tersangka.
Sementara dari situs kontras.org, kasus yang menjerat Haris dan Fatia dianggap sebagai kriminalisasi terhadap aktivis atau pembela HAM.
Sebab, Haris dan Fatia dilaporkan karena melangsungkan diskusi atas hasil riset beberapa organisasi masyarakat sipil yang membahas tentang penempatan militer di Intan Jaya dan kaitannya dengan konflik bisnis pejabat publik.
“Kriminalisasi terhadap Haris dan Fatia jelas merupakan bentuk represi terhadap warga sipil yang menyampaikan ekspresinya. Fenomena ini jelas berbahaya, sebab akan berimplikasi pada ketakutan dan pembungkaman publik dalam skala besar,” tulis situs kontras.org dikutip Selasa (22/3/2022).
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id/Dzl)