Portalborneo.or.id, Samarinda – Kematian seorang karyawan PT Borneo Bhakti Sejahtera (BBS) saat melakukan pengukuran lahan di Blok K48, Kampung Memahak Besar, Kecamatan Long Bagun, Mahakam Ulu, Kalimantan Timur, masih menyisakan misteri.
Korban berinisial JA (38) yang menjabat sebagai General Affair di perusahaan tersebut ditemukan tewas pada Jumat, 3 Mei 2024.
Hingga saat ini, meski telah berjalan lebih dari empat bulan, proses penyelidikan belum juga menemui titik terang, membuat pihak keluarga mulai meragukan penanganan kasus tersebut.
Keluarga korban mencurigai adanya keterlibatan pihak perusahaan dalam insiden tragis tersebut, mengingat keterlambatan dan minimnya hasil dari penyelidikan yang dilakukan pihak kepolisian.
JA diketahui terlibat dalam kegiatan pengukuran lahan warga yang akan dibebaskan oleh perusahaan saat peristiwa terjadi.
Polisi Telah Periksa Saksi, Belum Temukan Petunjuk Pelaku
Kapolres Mahakam Ulu, AKBP Anthony Rybok, melalui Kasat Reskrim Polres Mahulu, Iptu Hadi Winarno, menyampaikan bahwa pihaknya telah memeriksa sekitar 10 saksi terkait kasus ini. Namun, hingga saat ini belum ada petunjuk yang mengarah pada pelaku.
“Dari pemeriksaan saksi-saksi, belum ada petunjuk yang jelas mengenai siapa pelakunya,” ujar Iptu Hadi pada Rabu, 18 September 2024.
Hadi menjelaskan bahwa polisi sudah melakukan autopsi di RSUD AWS Samarinda, yang menghasilkan dua kesimpulan. Pertama, korban diduga meninggal akibat kekerasan benda tumpul, dan kedua akibat mati lemas.
“Ahli mengindikasikan bahwa kemungkinan besar korban mati lemas,” lanjutnya.
Meski begitu, pada tubuh korban ditemukan memar di bagian kepala belakang dan di jidat, namun tidak ada retakan tulang kepala dan tidak ditemukan luka lain yang signifikan.
Pelaku Diduga Terkait Komunikasi Terakhir dengan Korban
Selanjutnya, penyidik juga telah memeriksa data komunikasi dari tiga handphone milik saksi-saksi yang diduga sebagai pelaku.
Berdasarkan hasil tracking Siber Polda Kaltim, didapatkan bahwa dua orang saksi hanya berkomunikasi sekali pada tanggal 25 Mei, jauh setelah kejadian.
“Awalnya kami menduga keterlibatan dua orang dari kampung dan satu orang dari perusahaan yang sama-sama melakukan pengukuran lahan. Namun, hasil penyelidikan menunjukkan mereka hanya pernah berkomunikasi sekali setelah tanggal kejadian, sehingga kemungkinan besar bukan mereka pelakunya,” ungkap Hadi.
Selain itu, rekan kerja korban yang juga dicurigai karena sempat menelepon korban beberapa kali pada 3 Mei juga dinyatakan bukan pelaku.
“Kami menganalisa panggilan tersebut adalah usaha untuk mencari korban saat mereka berkumpul kembali, sehingga tidak mengarah kepada indikasi pelaku,” jelasnya.
Proses Penyelidikan Terhambat Bencana Banjir
Menurut Hadi, penyelidikan kasus ini juga terhambat oleh bencana alam yang melanda Kabupaten Mahakam Ulu tak lama setelah korban ditemukan tewas.
“Pada 13 hingga 16 Mei, Mahulu dilanda banjir besar yang memutus jaringan internet, listrik, dan komunikasi selama hampir satu bulan. Hal ini membuat penyelidikan kami menjadi terhambat,” jelasnya.
Gelar Perkara Akan Dilakukan
Meskipun proses penyelidikan berjalan lambat, pihak kepolisian menyatakan akan segera melakukan gelar perkara.
Polisi akan mengundang dokter yang melakukan autopsi, saksi-saksi, serta keluarga korban untuk menentukan apakah kasus ini bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan lebih lanjut atau akan dihentikan (SP3).
“Kami akan mengundang semua pihak terkait untuk melakukan gelar perkara dalam waktu dekat. Harapannya, kita bisa segera mendapatkan kepastian apakah ada tindak pidana dalam kasus ini atau tidak,” tutup Hadi.
Kasus ini menjadi sorotan masyarakat, terutama mengingat keterlambatan dalam proses penyelidikan dan kecurigaan yang dilayangkan oleh pihak keluarga korban terhadap perusahaan tempat JA bekerja.
Hingga saat ini, publik masih menunggu perkembangan lebih lanjut terkait kasus misterius ini.
Tim Redaksi Portalborneo.or.id/FRC