Portalborneo.or.id, Samarinda – Kalimantan Timur (Kaltim) tengah diwarnai perdebatan terkait pencalonan Edi Damansyah sebagai Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) dalam Pilkada 2024.
Berbagai pandangan dari akademisi muncul, mencerminkan beragam interpretasi hukum mengenai status masa jabatan Edi, terutama terkait posisinya sebagai Pelaksana Tugas (Plt) sebelumnya.
Roy Hendrayanto, seorang pakar hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Samarinda, menyatakan bahwa pencalonan Edi Damansyah tidak melanggar ketentuan hukum karena masa jabatannya sebagai Plt tidak termasuk dalam perhitungan periode.
“Plt hanya menjalankan tugas sebagai wakil kepala daerah yang diangkat untuk sementara. Masa jabatannya tidak masuk dalam kategori dua periode,” ungkap Roy, Rabu (4/9/2024).
Roy merujuk pada beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), khususnya Pasal 65 ayat (3) dan Pasal 66 ayat (1) huruf c, yang menjelaskan bahwa seorang Plt akan kembali ke posisi semula sebagai wakil kepala daerah jika kepala daerah definitif kembali bertugas.
Dalam kasus di mana kepala daerah diberhentikan secara tetap, barulah wakil kepala daerah yang menjabat sebagai Plt dapat dilantik sebagai kepala daerah definitif, sesuai Pasal 87 ayat (2) UU Pemda dan Pasal 173 UU Pilkada.
Dengan demikian, Roy menegaskan bahwa masa jabatan Plt tidak mempengaruhi perhitungan periode masa jabatan kepala daerah.
“Edi Damansyah dilantik sebagai Bupati Kutai Kartanegara pada 14 Februari 2019, menggantikan Rita Widyasari yang diberhentikan secara tetap. Masa jabatan Edi dihitung sejak tanggal pelantikannya,” tambahnya.
Roy juga mengacu pada Surat Edaran Bawaslu Nomor 96 Tahun 2024, yang menyebutkan bahwa pelaksana tugas (Plt) tidak termasuk dalam ketentuan Pasal 19 huruf c PKPU Pencalonan.
“Surat Edaran Bawaslu mengakomodasi tafsiran hukum dari seluruh putusan MK. Sekarang semuanya sudah jelas,” tegasnya.
Namun, pandangan berbeda disampaikan oleh La Ode Ali Imran, pakar hukum dari Universitas Kartanegara (Unikarta).
La Ode menilai bahwa Edi Damansyah telah menjalani dua periode kepemimpinan di Kabupaten Kukar berdasarkan interpretasi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 7, yang melarang pencalonan kepala daerah untuk masa jabatan lebih dari dua periode.
“Kalau Edi Damansyah sudah menjalani dua periode, artinya dia tidak memenuhi syarat untuk mencalonkan diri lagi,” ujarnya pada Selasa, 3 September 2024.
La Ode juga mencatat bahwa tim hukum Edi Damansyah telah membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi melalui perkara Nomor 2/PUU-XXI/2023. Mahkamah Konstitusi menolak permohonan tersebut secara keseluruhan.
“Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat semua pihak, termasuk institusi terkait,” jelasnya.
Terkait Surat Edaran Bawaslu, La Ode menegaskan bahwa surat edaran tersebut bukanlah dasar hukum yang kuat.
“Surat Edaran bersifat semi-hukum dan tidak dapat dijadikan dasar oleh KPU dalam menentukan kebijakan,” pungkasnya.
Edi Damansyah telah mendaftar sebagai bakal calon Bupati Kukar dalam Pilkada 2024, berpasangan dengan Rendi Solihin sebagai bakal calon Wakil Bupati Kukar. Edi dan Rendi merupakan pendaftar kedua yang melengkapi berkas di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kukar pada 28 Agustus 2024.
Perdebatan mengenai status masa jabatan ini diharapkan tidak mempengaruhi keadilan dalam proses pemilihan kepala daerah di Kukar.
Tim Redaksi Portalborneo.or.id/FRC