Kontroversi Persidangan PN Samarinda Sertifikat Tanah Tanpa Barang Bukti Asli

Caption: Suasana dalam ruang persidangan dugaan Penggelapan Sertifikat Tanah, Selasa (12/2/2024).

Portalborneo.or.id, Samarinda – Pengadilan Negeri Samarinda hari ini menjadi saksi persidangan yang menarik perhatian publik terkait sertifikat tanah yang sedang dipertentangkan, Senin (12/2/2024).

Agung Wibowo, pemilik tanah yang dalam hal ini juga sebagai saksi Pelapor melalui kuasa hukumnya, Adi Purna Pratama, mengutarakan kekhawatiran terkait kelengkapan barang bukti yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum pada persidangan.

“Persidangan ini masih prematur karena barang bukti yang diajukan sampai hari ini dalam sidang pemeriksaan saksi pelapor hanya berupa berkas sertifikat fotokopi yang disiapkan Jaksa. Menurut saya, persidangan seharusnya menggunakan barang bukti/surat asli,” kata Adi.

“Pentingnya pengajuan barang bukti asli pada tahap p21 atau P1,” tandasnya.

Sementara itu, Ahli Waris tanah sekaligus Pelapor yakni Agung Wibowo, mengungkapkan kronologi peristiwa yang berujung pada kehilangan sertifikat tanahnya.

Dia menjelaskan bahwa sertifikat itu, diserahkan kepada pihak tertentu pada tahun 2022 kisaran awal bulan Februari dalam hal ini terdakwa RM dan MF.

“Dulu saya merasa nyaman dan aman dengan mereka para terdakwa setelah saya habis berduka kehilangan ayah, sehingga saya melakukan tindakan bodoh menyerahkan berkas berharga begitu saja, dimana sebelumnya ayah saya mewariskan sertifikat tanah itu untuk saya jaga,” tuturnya.

Caption: Ahli Waris Agung Wibowo mengenakan Kemeja Hitam, didampingi Kuasa Hukum Adi Purna Pratama mengenakan Kemeja Abu


Agung menerangkan, tujuan awal pihaknya  menyerahkan sertifikat adalah sekedar menitipkan saja ke terdakwa RM dan MF, meski memang dirinya pernah hendak meminjam uang untuk modal usaha sekitar Rp3 Miliar.

“RM, MF memberikan sinyal bahwa mereka bersedia menjadi jaminan ke Bank untuk permodalan dengan jaminan sertifikat dimaksud, dan membutuhkan waktu sekitar 2 bulan. Justru hingga 6 bulan berlalu uang tidak juga cair, sehingga saya berniat untuk meminta kembali sertifikatnya. Tapi sertifikat dinyatakan terdakwa hilang,” katanya.

Dia menambahkan bahwa pihak yang diduga terlibat bahkan membawa seorang pengacara untuk mengurus sertifikat yang dianggap hilang.

Kasus ini mencuat ke publik setelah pihak kepolisian menangkap salah satu terdakwa pada Desember 2023. Namun, pertanyaan tentang keberadaan sebenarnya sertifikat dan transparansi pengelolaan kasus ini masih menjadi perhatian.

Harapan Agung Wibowo dan kuasa hukumnya adalah agar persidangan berlangsung transparan, dengan pihak kepolisian dan kejaksaan dapat membuktikan keberadaan sertifikat tanah yang bersengketa.

“Kami berharap agar keputusan hukum mengembalikan sertifikat kepada yang berhak atasnya,” pungkas Agung.

Lokasi tanah yang menjadi pusat sengketa seluas 2,5 hektare dengan nominal kerugian mencapai Rp37 Miliar. Terletak di Jalur 2 Poros Tenggarong Samarinda Km 4, Rumah nomor 3 RT 3, Desa Loa Lepuh, Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Kasus ini menyoroti pentingnya kejelasan dalam penanganan barang bukti dan prosedur hukum untuk menjaga keadilan.

Tim Redaksi Portalborneo.or.id/Frisca

 

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait