Rudy Adu Konsep “Kaltim Berdaulat” di Gemah Ripah Loh Jinawi dalam Debat Ketiga Cagub

Caption: Live Debat Cagub Kaltim di YouTube KPU Kaltim

Jakarta  – Debat ketiga Pilgub Kaltim 2024 yang disiarkan langsung dari Metro TV, Jumat (22/11/2024), menjadi panggung adu gagasan yang tajam dan penuh nuansa strategis antara Paslon 01 Isran Noor dan Paslon 02 Rudy Mas’ud-Seno Aji.

Sorotan utama diskusi tertuju pada makna mendalam dari slogan Kaltim Berdaulat di tengah berbagai persoalan yang membelit.

Pada segmen ketiga, Rudy Mas’ud, dengan penuh keyakinan, melontarkan pertanyaan tajam kepada Isran Noor: “Apa yang Bapak maksud dengan Kaltim Berdaulat, sementara kenyataan menunjukkan sebaliknya?”

Rudy memaparkan beberapa fakta yang menurutnya bertolak belakang dengan visi berdaulat yang sering digaungkan.

“Ketahanan pangan kita merosot sejak 2021 hingga 2023. Sebanyak 50 persen kebutuhan beras masih diimpor dari Sulawesi dan Jawa. Di mana kedaulatannya? Sementara kita terus bicara transformasi ekonomi dari tambang ke pertanian,” serunya, yang disambut riuh pendukungnya.

Tak hanya itu, ia juga mengkritisi tingkat pengangguran terbuka Kaltim yang mencapai 5,31 persen, tertinggi di Kalimantan. Ia menambahkan bahwa kasus stunting di Kaltim masih jauh di atas rata-rata nasional, mencerminkan krisis gizi yang serius.

“Padahal, APBD kita nomor lima terbesar di Indonesia. Apa ini yang disebut negeri Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo?” tanya Rudy, mengutip peribahasa yang melambangkan kemakmuran dan kedamaian.

Menanggapi pertanyaan tersebut, Isran Noor dengan tenang menjelaskan bahwa ketahanan pangan tidak berarti memproduksi semua kebutuhan secara lokal.

“Ketahanan pangan adalah soal manajemen ketersediaan dan keterjangkauan. Kita tidak perlu memproduksi sendiri asalkan bahan pangan tersedia dan harga terkendali,” ujar Isran.

Ia menambahkan, selama lima tahun terakhir, Kaltim mendapat penghargaan dari pemerintah pusat karena berhasil menjaga inflasi pangan rendah.

“Ketahanan pangan adalah soal kebijakan yang mandiri, bukan sekadar menghasilkan pangan lokal,” jelasnya.

Cawagub Paslon 01, Hadi Mulyadi, memperkuat argumen tersebut dengan membandingkan Kaltim dengan Singapura.

“Mereka tidak punya sawah, tapi pangan selalu tersedia. Itulah ketahanan pangan menurut definisi internasional. Karena itu, kita bermitra dengan Sulawesi Selatan, Jawa Timur, dan Sulawesi Barat untuk memenuhi kebutuhan,” ujarnya.

Kemudian diberikan kesempatan terhadap paslon 02 untuk kembali menanggapi dari jawaban yang dilontarkan paslon 01.

Rudy Mas’ud: “Di Mana Letak Kedaulatannya?”

Rudy Mas’ud tidak puas dengan jawaban tersebut. Ia kembali menegaskan bahwa kedaulatan adalah tentang kemandirian, bukan sekadar menjaga harga.

Maka perlu disimak pertanyaannya bahwa yang mana yang dimaksud dengan berdaulat. Padahal semua pangan di import, pengangguran tinggi, stunting tinggi, kemiskinan tinggi.

“Kaltim, dengan segala kekayaan alamnya, tidak seharusnya menjadi penonton dalam urusan pangan. Negeri yang kita sebut Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur ini harus bisa mencukupi kebutuhan rakyatnya tanpa bergantung pada impor,” tegasnya.

Rudy juga menyoroti bahwa transformasi ekonomi dari tambang ke sektor agraris masih jauh dari harapan.

“Bagaimana kita bicara transformasi jika pangan kita separuhnya bergantung pada daerah lain?,” katanya.

Ia menutup pernyataannya dengan kalimat yang menggugah: “Kaltim adalah negeri yang Gemah Ripah Loh Jinawi, tapi rakyatnya masih hidup dalam kemiskinan. Di mana hati para pemimpinnya?”

Debat ini menjadi gambaran nyata bahwa Pilgub Kaltim bukan sekadar kontestasi kekuasaan, melainkan arena adu gagasan besar untuk menata masa depan provinsi kaya sumber daya ini. (*)

Bagikan :

Email
Facebook
Twitter
Telegram
WhatsApp
[printfriendly]

terkait