Portalborneo.or.id, Samarinda – Grounbreaking pembangunan Terowongan Gunung Manggah rencananya akan digelar pekan depan.
Hal itu disampaikan Wali Kota Samarinda Andi Harun saat ditemui di Balai Kota, Jum’at (13/1/2023).
“Kalau tidak ada halangan groundbreaking dilakukan pada hari Jum’at yang akan datang,” kata Andi Harun, Jum’at (13/1/2023).
Mengenai proses pembangunan terowongan itu, ada hal yang harus dicermati, yakni pada pembebasan lahan.
Menurutnya, proses yang paling rumit harus dilalui karena melibatkan tidak hanya unsur pemkot saja, tetapi juga Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) guna melakukan pengukuran dan penilaian.
“Jadi kalau pemkot mungkin bisa cepat proses pembebasan lahan. Namun ini melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan KJPP, yang melakukan penilaian adalah KJPP,” jelasnya.
Orang nomor satu di Kota Tepian mengatakan proses pembebasan dan ganti rugi lahan masyarakat yang terdampak proyek tak bisa dilakukan secepat kilat.
“Pasti nanti akan ada pembicaraan antara pemkot dan warga di sana. Tinggal menunggu waktu saja,” ujarnya.
Dengan masuknya fase groundbreaking, lanjut Andi Harun, itu adalah bentuk kesungguhan pemkot dalam melakukan pembangunan proyek Terowongan Gunung Manggah.
“Masyarakat harus mendukung pembangunan. Ini juga menjadi upaya serius yang dilakukan pemkot untuk mengurai kemacetan dan menjadi jalan alternatif,” terang Andi Harun.
Andi Harun pun menegaskan, jika proyek pembangunan Terowongan Gunung Manggah masih dengan skema pembiayaan Multi Years Contract (MYC).
“Insya Allah sebelum tugas saya selesai sebagai Wali Kota Samarinda. Terowongan itu juga akan selesai. Karena pemkot tak asal ambil langkah dengan menggunakan skema tersebut,” tegasnya.
Terkait pembebasan lahan yang belum rampung. Ia menilai pembangunan bisa terus berjalan seiring pembebasan lahan terus digencarkan.
“Soal harga ganti rugi, KJPP lagi bekerja. Karena kita dibatasi oleh undang-undang. Nanti KJPPnya menyatakan harganya sekian bisa jadi masyarakat nanti mintanya sekian.” katanya.
Ia mengatakan jika masyarakat tidak setuju maka alternatifnya adalah konsiyasi.
Andi Harun juga menjelaskan bahwa program pembangunan tidak boleh terhambat, ia berharap masyarakat mampu memahami peraturan dan harga yang telah dihitung berdasarkan penilaian KJPP.
“Walikota maupun pemkot tidak bisa melakukan ganti rugi di atas harga itu yang diminta masyarakat,” ujarnya.
Jika tidak ada kesepakatan yang didapatkan antara hasil penilaian dari KJPP dan harga yang ditentukan masyarakat dengan sangat terpaksa, melalui proses konsinyasi ke pengadilan.
“Nanti di pengadilan kalau memutuskan lebih mahal dari pada harga yang menjadi penetapan KJPP kita akan ikut, yang penting sudah ada dasar hukum yang kuat untuk membayar,” pungkasnya.
(Tim Redaksi Portalborneo.or.id)